TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA

Aryanto Prametu Koruptor Terpidana Benih Jagung Sebesar Rp 27,3 miliar,  Masih Bebas Menghirup Udara Segar

Voxnesia, Jakarta – Saat ini Aryanto Prametu sebagai Direktur PT. Sinta Agri Mandiri yang telah dihukum pidana penjara selama 8 tahun masih berkeliaran selama 4 bulan. Setelah Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan berkekuatan hukum tetap Nomor 4168 K/Pid.Sus/2022 tanggal 31 Agustus 2022.

Aryanto Prametu juga divonis denda Rp. 400 juta dan uang pengganti sebesar Rp. 7,78 miliar dalam kasus korupsi pengadaan benih jagung hibrida. Dimana terdakwa sudah merugikan keuangan negara sebesar Rp. 15,43 miliar.

Temuan ini disampaikan Jak TW. Tumewan, SE Ketua Dewan Pendiri Satgas Bersama Anti-Mafia Tanah dan Pungli Benteng Jokowi didampingi Syafrudin Budiman SIP Ketua Umum PP Barisan Pembaharuan (BP), Jumat (14/01/2022) di Jakarta.

“Hngga saat ini telah lebih dari 4 bulan, ternyata terpidana Aryanto Prametu masih bebas berkeliaran tanpa dieksekusi oleh Kejaksaan. Bahkan Putusan Mahkamah Agung Nomotr 4168 K/Pid.Sus/2022 tanggal 31 Agustus 2022 tersebut hingga saat ini belum diupload oleh Kepaniteraan Mahkamah Agung,” kata Papa Jak yang juga Ketua Umum Relawan Benteng Jokowi (BeJo).

Menurutnya, seharusnya putusan dimasukkan dalam situs web Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia yang dapat diakses melalui https://putusan3.mahkamahagung.go.id/, padahal putusan kasasi Mahkamah Agung Republik Indonesia. Dimana dapat diakses oleh semua orang melalui https://putusan3.mahkamahagung.go.id/

“Kejanggalan putusan Mahkamah Agung yang tidak dipublikasikan dan tidak dieksekusi tersebut menunjukkan adanya dugaan praktik mafia hukum, untuk melenyapkan hukum di negara hukum. Yang mana diduga dilakukan oleh para oknum penegak hukum di lembaga yudikatif ini,” tambah Papa Jak.

BACA JUGA :  Tokoh Muda Relawan Jokowi: PDIP Kemungkinan Besar Koalisi dengan KIB Usung Ganjar - Erick

Kata Papa Jak, padahal salinan putusan Mahkamah Agung tersebut telah diterima oleh Pengadilan Negeri Mataram dan telah disampaikan kepada Kejaksaan Negeri Mataram.

Kasus korupsi pengadaan benih jagung hibrida yang menjerat Aryanto Prametu tersebut oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Mataram berdasarkan Putusan Nomor 7/Pid.Sus-TPK/2021/PN.Mtr tanggal 10 Januari 2022 telah menjatuhkan putusan berupa hukuman pidana penjara 8 tahun. Selain itu denda Rp 400 Juta subsider kurungan 3 bulan, serta uang pengganti Rp 7,87 miliar subsider pidana penjara 1 tahun.

“Terhadap putusan Pengadilan Negeri Mataran tersebut, Aryanto Prametu mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Mataram berdasarkan Putusan Nomor 4/Pid.TKP/2022/PT.Mtr tanggal 23 Maret 2022 membatalkan Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Mataram Nomor 7/Pid.Sus/TPK/2021/PN.Mtr tanggal 10 Januari 2022 dan melepaskan Aryanto Prametu dari segala tuntutan hukum,” urainya.

“Terhadap Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi Mataram tersebut, Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Mataram mengaukan kasasi ke Mahkamah Agung,” sambung Papa Jak.

Kemudian kata Papa Jak, Mahkamah Agung berdasarkan Putusan Nomor 4168 K/Pid.Sus/2022 tanggal 31 Agustus 2022 menyatakan Aryanto Prametu terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan korupsi. Dimana menjatuhkan pidana kepada Aryanto Prametu kurungan selama 3 bulan, serta pidana penjara selama 8 tahun, dan denda sebesar Rp 400 juta subsider kurungan selama 3 bulan. Serta pidana tambahan untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 7,87 miliar subsider pidana penjara 1 tahun.

BACA JUGA :  Syafrudin Budiman Bacaleg DPR RI Dapil DKI Jakarta I Buka Pendaftaran Relawan dan Saksi Pemilu 2024

“Bahwa kasus korupsi pengadaan benih jagung hibrida oplosan, dicampur dengan pewarna, berjamur, dan rusak, telah mengakibatkan para petani Nusa Tenggara Barat tidak dapat memanfaatkan bantuan benih jagung dari pemerintah. Hal ini juga merugikan keuangan negara secara keseluruhan sebesar Rp 27,3 miliar, merupakan korupsi berjamaah yang melibatkan Aryanto Prametu bersama Ir. H. Husnul Fauzi, M.Si. mantan Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi NTB selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), dan Ida Wayan Wikanaya selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Dinas Pertanian dan Perkebunan Propvinsi NTP, serta Lalu Ikhwanul Hubby, S.H., Direktur PT. Wahana Baru Sejahtera,” jelasnya panjang lebar.

Sementara itu Syafrudin Budiman SIP Ketua Umum Barisan Pembaharuan (BP) mengatakan, para pelaku korupsi tersebut terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.  Sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

“Atas perbuatan korupsi tersebut, Ir. H. Husnul Fauzi, M.Si telah divonis 9 tahun penjara dan denda Rp 600 juta subsider pidana kurungan 6 bulan berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 3835 K/Pid.Sus/2022 tanggal 19 Juli 2022,” ucap Gus Din sapaan akrabnya.

BACA JUGA :  Antisipasi Pungli, Propam Sidak ke Pelayanan Masyarakat Baik SIM, Samsat dan SKCK

Kemudian Ida Wayan Wikanaya telah divonis 9 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider pidana kurungan 3 bulan berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 3827 K/Pid.Sus/2022 tanggal 26 Juli 2022. Selanjutnya Lalu Ikhwanul Hubby, S.H. telah divonis 8 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider pidana kurungan 6 bulan, serta uang pengganti sebesar Rp 5,1 miliar subsider pidana penjara 1 tahun berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 4747 K/Pid.Sus/2022 tanggal 15 September 2022.

“Para terpidana tersebut saat ini sedang menjalani hukuman penjara, kecuali Aryanto Prametu masih bebas berkeliaran tanpa dieksekusi oleh pihak kejaksaan yang merupakan satu-satunya instansi pelaksana putusan pidana (executive ambtenaar). Sehingga patut diduga adanya transaksional, salam hal ini pihak Kejaksaan Agung juga patut diduga sengaja melakukan pembiaraan,” tegasnya.

Hal tersebut kata Gus Din, terkesan tidak sejalan dengan upaya pemberantasan korupsi yang gencar dilakukan Kejaksaan. Selain itu juga terkesan tidak sesuai dengan atensi yang diberikan oleh Jaksa Agung ST Burhanuddin saat menyampaikan evaluasi kinerja pada tanggal 28 Desember 2022.

“Bahwa penanganan perkara pidana khusus harus secara profesional, tuntas dan berbobot; serta para jaksa harus bekerja dengan baik, profesional dan berintegritas,” pungkas Gus Din Mantan Aktivis Mahasiswa 98 ini. (red)