Wonosobo – Anggota Fraksi PKS MPR RI, Dr. Abdul Fikri Faqih, menyatakan permasalahan ideologi dan konstitusi Indonesia adalah final dan sudah menjadi kesepakatan bersama para founding father negeri ini. “Kita akan menjadi garda depan bila ada yang berani atau berniat menganti Pancasila dengan dasar dan ideologi yang lain,” kata Fikri dalam acara Sosialisasi 4 Pilar MPR RI di Kabupaten Wonosobo, Rabu (7/12/2022) lalu.
Dalam kesempatan itu, FIkri kembali mengoreksi Istilah Sosialisasi 4 Pilar Kebangsaan yang kerap disebut masyarakat. Istilah itu menurut Fikri tidak boleh digunakan lagi. Karena sudah dilarang oleh Mahkamah Konstitusi.
Sebagai gantinya digunakanlah istilah Sosialisasi 4 Pilar MPR, yakni Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai konstitusi negara, NKRI sebagai Bentuk Negara dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan negara.
Salah satu contoh banyaknya orang yang lupa terhadap UUD NRI Tahun 1945, kata Fikri, bisa ditemukan pada sikap sebagian orang yang mencemooh sikap pembelaan Indonesia terhadap Palestina, yang hingga detik ini masih di bawah penjajahan agresor Israel.
“Mereka lupa bahwa alinea pertama pembukaan UUD NRI Tahun 1945 tegas mengatakan bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa. Oleh karena itu, bangsa Indonesia menolak penjajahan di atas dunia. Sikap seperti itu sudah dijaga dan dipertahankan oleh semua presiden Indonesia, dari Ir. Soekarno hingga Joko Widodo,” ucap Fikri.
Fikri menambahkan, hal tersebut menunjukkan bahwa kesepakatan para pendiri bangsa Indonesia seperti yang ada pada pembukaan UUD NRI 1945, itu harus selalu disosialisasikan agar senantiasa diingat dan terus dijalankan oleh segenap lapisan masyarakat.
Terbaru, bukti banyaknya orang Indonesia yang melupakan kesepakatan para pendiri bangsa bisa ditemukan pada maraknya dukungan terhadap aksi Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT). Kasus ini juga viral saat perhelatan akbar Piala Dunia 2022 di Qatar, dimana sebagian klub sepakbola memprotes tindakan Qatar yang melarang pemakaian pita Pelangi pada ban kapten, sebagai simbol LGBT.
Terkait hal itu, Fikri mengingatkan, sila pertama dasar dan ideologi negara adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. “Inilah kesepakatan para pendiri bangsa. Pertanyaannya, agama mana yang mentolerir LGBT, pasangan yang mencintai sesama jenisnya?” tegas dia.
“Mereka ini harus diingatkan, bahwa LGBT bertentangan dengan Pancasila. Dan inilah buktinya bahwa Pancasila masih sangat perlu disosialisasikan,” pungkas Fikri. (*)